Kajian Teori Perangkat Pembelajaran || Defenisi Pembelajaran

Kajian Teori Perangkat Pembelajaran
2.1 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang digunakan

dalam prosespembelajaran. Oleh karena itu, Kunandar (2014: 6) menjelaskan

bahwa “setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat

pembelajaran yang lengkap, sistematis agar pembelajaran dapat berlangsung

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpatisipasi aktif”.

Perangkat pembelajaran memiliki peranan penting bagi seorang guru

sebelum memulai proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan

dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan

perangkat pembelajaran. Ibrahim (dalam Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa

“perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar

mengajar dapat berupa silabus, RPP, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Instrumen

Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), serta Media Alat Peraga pembelajaran” .

Jadi, Perangkat Pembelajaran dapat diartikan sebagai alat kelengkapan

yang digunakan untuk membantu pembelajaran. Pada penelitian ini perangkat

pembelajaran yang digunakan terdiri dari silabus, RPP dan LAS.

2.1.1 Silabus

Menurut Trianto (2010: 201) menyatakan “silabus adalah rencana

pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup

standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, indikator konsumen untuk penilaian, alokasi waktu,

dan sumber belajar”.

Menurut Sanjaya (2010:167) bahwa:

Silabus dapat diartikan sebagai rancangan program pembelajaran satu atau

kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan

Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, materi pokok yang harus

dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara

mengetahuinya. tuntutan kompetensi dasar yang ditentukan.”


Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa silabus adalah

merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian

mata pelajaran.

Menurut Kunandar (2014: 4)

Silabus paling sedikit memuat:

A. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTS/SMPLB/Paket B dan

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C kejuruan);

B. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;

C. Kompetensi inti, marupakan gambaran secara kategorial mengenai

kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

harus dipelajari peserta didik untuk suatu tahapan sekolah, kelas dan

mata pelajaran;

D. Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup

sikap, pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan muatan atau mata

pelajaran;

e. Tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);

F. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang

relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan

indikator kampanye konten;

G. Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik

untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;

H. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi

untuk menentukan keinginan hasil belajar peserta didik;

Saya. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur

kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan

J. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam

sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.

Silabus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan dan

standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola

pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu.

Menurut Kunandar (2014:4)

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap

bahan kajian mata pelajaran. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar

Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun

ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Namun pada

silabus Kurikulum 2013 telah dikembangkan oleh pusat sehingga guru tidak perlu lagi

mengembangkan silabus.




Berdasarkan pendapat Kunandar di atas, peneliti tidak melakukan

pengembangan pada silabus namun dilakukan pengemasan kembali pada silabus

seperti pada lampiran 1 halaman 63. Silabus tersebut dikemas dari segi pembagian

materi dan alokasi waktu yang lebih jelas dan detail untuk mempermudah

guru dalam pelaksanaannya.

Menurut Trianto (2010: 201-202)

Dalam mengembangkan silabus harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu :

1. Ilmiah, bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan

dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara

kepandaian.

2. Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan

penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan

fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis, bahwa komponen-komponen silabus saling berhubungan

secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi

dasar, indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber

belajar, dan sistem penghakiman.

5. Memadai, artinya cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman

pembelajaran, sumber pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang

dasar Pejuang.

6. Aktual dan Kontekstual, bahwa cakupan indikator, materi pokok,

pembelajaran pembelajaran, sumber pembelajaran, dan sistem penalain

perkembangan ilmu, teknologi, seni mutakhir dalam

kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel, bahwa seluruh komponen silabus dapat

Kecanggihan peserta didik, pendidik, serta dinamika

perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup seluruh ranah

Kebutuhan (kognitif, afektif, psikomotor) sebagaimana

dikemukakan oleh Bloom.

Dari para ahli dapat diartikan bahwa silabus merupakan seperangkat

rencana dan pengaturan tentang pengembangan kurikulum, yang berisikan

Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD),

Indikator, Materi Pokok, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Sumber Belajar,

dan Penilaian. Silabus yang digunakan peneliti adalah silabus yang disusun oleh

Dinas Pendidikan.

2.1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

2.1.2.1 Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pembelajaran yang efektif tidak mungkin didapat hanya dengan harapan

bahwa pengalaman yang bermakna dan relevan akan muncul secara spontan di

dalam kelas. Tidak diragukan lagi bahwa pembelajaran yang efektif hanya

dapat ditemukan dalam perencanaan yang baik. Perencanaan dalam kegiatan

pembelajaran dituangkan dalam sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

RPP merupakan perencanaan pendek untuk pemulihan seluruh

kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa maupun guru dalam kegiatan

pembelajaran. Mulyasa (2008: 212) menyatakan bahwa “RPP adalah rencana

yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai

satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan ketentuan

dalam silabus”. Menurut Imas dan Berlin (2014: 1) “Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun

sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kali pertemuan”.

Setelah silabus tersusun berikutnya guru menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). Menurut Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 dalam

Kunandar (2014:5) tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah RPP

adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau

lebih.

Menurut Daryanto dan Aris (2014: 87-88):

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada dasarnya merupakan suatu

bentuk prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai kompetensi

dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi (standar kurikulum). Fungsi

pelaksanaan RPP untuk mengefektifkan proses pembelajaran agar sesuai

dengan yang direncanakan. Standar materi yang harus dikembangkan sesuai

dengan kemauan dan kebutuhan peserta didik, serta disesuaikan dengan

kondisi lingkungannya.

Selanjutnya, Daryanto dan Aris (2014:89) menyatakan bahwa:

Secara umum ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik

adalah sebagai berikut:

1) Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh

guru yang akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa.

2) Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai.

3) Langkah-langkah pembelajaran yang disusun seri mungkin, sehingga

apabila RPP digunakan oleh guru lain mudah dipahami dan tidak

menimbulkan tempat ganda.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa RPP adalah

perangkat pembelajaran yang berisi perencanaan dalam kegiatan pembelajaran

yang harus dibuat sendiri oleh guru sebelum memasuki kelas sehingga

menghasilkan pembelajaran yang efektif dan bermakna.

Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 (2016: 6-9) menjelaskan bahwa:

RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci

mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP

mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan

kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator poster

Kebutuhan; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6)

penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar.

RPP disusun agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan

Kebutuhan yang disyaratkan tercapai. Oleh karena itu, berdasarkan

Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 (2016: 6-9), dalam menyusun RPP

harap memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

Prinsip Penyusunan RPP

1) Setiap RPP harus secara utuh memuat muatan dasar sikap rohani

(KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3),

dan keterampilan (KD dari KI-4) .

2) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

3) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

4) RPP Disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal,

tingkat intelektual, minat motivasi, bakat, potensi, kemampuan

sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar

belakang budaya, norma, nilai, dan /atau lingkungan peserta didik.

5) Berpusat pada peserta didik

6) Proses pembelajaran dirancang dengan penetapan pada peserta didik

untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi,

kepribadian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik

meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

7) Berbasis konteks

8) Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan terdekat sebagai

sumber belajar.

9) Berorientasi kekinian

10) Pembelajaran yang diorientasikan pada pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini.

11) mengembangkan kemandirian belajar

12) Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara

mandiri.

13) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran

14) RPP memuat rancangan program memberikan umpan balik positif,

penguatan, pengayaan, dan perbaikan.

15) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau

antarmuatan

16) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan

antara KI, KD, indikator poster kompetensi, materi pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, penghakiman, dan sumber belajar dalam satu

keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan

mengakomodasi pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata

pelajaran, lintas aspek pembelajaran, dan keragaman budaya.

17) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

18) Penyusunan RPP dengan mempertimbangkan penerapan teknologi

informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif

sesuai dengan situasi dan kondisi.

Selain memperhatikan kesepuluh prinsip di atas, terdapat berbagai

komponen yang harus ada dan dicantumkan ketika menyusun RPP yang baik dan

benar. Berdasarkan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, komponen tersebut

terdiri atas.

RPP Komponen dan Sistematika

Komponen-komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk

format berikut ini.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah :

Mata pelajaran :

Kelas/Semester :

Alokasi Waktu :

A. Kompetensi Inti (KI)

B.Kompetensi Dasar

1) KD pada KI-1

2) KD pada KI-2

3) KD pada KI-3

4) KD pada KIC. Indikator Pencapaian Kompetensi*)

1. Indikator KD pada KI-1

2. Indikator KD pada KI-2

3. Indikator KD pada KI-3

4. Indikator KD pada KI-4

D. Materi Pembelajaran (dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku guru pembimbing

, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks

pembelajaran dari lingkungan sekitar yang terbuang menjadi materi

untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial)

E. Kegiatan Pembelajaran

1. Pertemuan Pertama: (…JP)

A. Kegiatan Pendahuluan

B. Kegiatan Inti **)

• Mengamati

• Menanya

• Mengumpulkan informasi/ mencoba

• Menalar/ mengasosiasi

• Mengomunikasikan

C. Kegiatan Penutup

2. Pertemuan Kedua: (…JP)

A. Kegiatan Pendahuluan

B. Kegiatan Inti **)

• Mengamati

• Menanya

• Mengumpulkan informasi/ mencoba

• Menalar/ mengasosiasikan

• Mengomunikasikan

C. Kegiatan Penutup

3 .pertemuan seterusnya.

F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan

1. Teknik Penilaian

2. Instrumen Penilaian

A. Pertemuan Pertama

B. Pertemuan Kedua

C. pertemuan berikutnya

G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Media/alat

2.Bahan

3. Sumber Belajar

*) Pada setiap KD dikembangkan indikator atau penanda. Indikator untuk

KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku

umum yang mengandung nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati sebagai

dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. Indikator untuk KD yang

diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik

yang dapat diukur dan diukur.

**) Pada kegiatan inti, pengalaman belajar kelima tidak harus muncul

semuanya dalam satu pertemuan tetapi dapat dilanjutkan pada pertemuan

berikutnya, tergantung pada cakupan muatan pembelajaran. Setiap langkah

pembelajaran dapat digunakan berbagai metode dan teknik pembelajaran.

A. Langkah-langkah penyusunan RPP yaitu antara lain:

Adapun langkah-langkah pengembangan RPP adalah sebagai berikut:

1) Mengkaji Silabus

Pengkajian silabus meliputi: (1) KI dan KD; (2) materi pembelajaran;

(3) proses pembelajaran; (4) penilaian pembelajaran; (5) alokasi

waktu; dan (6) sumber belajar.

2) Perumusan indikator merek KD pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4;

3) Materi pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku

panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi

kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang

dikumpulkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler,

pengayaan, dan remedial;

4) Penjabaran Kegiatan Pembelajaran yang ada pada silabus dalam

bentuk yang lebih operasional berupa pendekatan saintifik yang disesuaikan

dengan kondisi peserta didik dan satuan pendidikan termasuk

penggunaan media, alat, bahan, dan sumber belajar;

5) Memelihara alokasi waktu untuk setiap pertemuan berdasarkan alokasi

waktu pada silabus, selanjutnya dibagi ke dalam kegiatan pendahuluan,

inti, dan penutup;

6) Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara menentukan

lingkup, teknik, dan instrumen penilaian, serta membuat pedoman

penskoran;

7) Menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah dilakukan

penilaian; dan

8) Menentukan media, alat, bahan dan sumber belajar disesuaikan dengan

yang telah ditetapkan dalam langkah penjabaran proses pembelajaran.

Di dalam RPP terdapat tahapan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi:

1) Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan guru :

a. Mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan;

B. Mendiskusikan kompetensi yang sudah dipelajari dan

dipelajari sebelumnya yang berkaitan dengan kompetensi yang

akan dipelajari dan dipelajari;

C. Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan bermanfaat

dalam kehidupan sehari-hari;

2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai

kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, dan memotivasi peserta didik. Kegiatan inti menggunakan

pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran

dan peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk

mengamati proses, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba,

menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan perkembangan sikap

peserta didik pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 antara lain

mensyukuri karunia Tuhan, jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat

aturan, hargai pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan

RPP.

3) Kegiatan Penutup

Kegiatan Penutup terdiri atas:

a) Melakukan rangkuman/simpulan pelajaran

b) Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan

c) Melakukan penghakiman

d) Menyampaikan perencanaan pembelajaran pada pertemuan

berikutnya

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, kegiatan inti

menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan

matapelajaran, yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

asosiasi, dan komunikasi dijelaskan sebagai berikut.

a) Mengamati

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan beragam

kesempatan peserta didik untuk melakukan observasi melalui kegiatan:

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta

didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan

(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau

objek.

b) Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas

kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,

dibaca, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk

dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang hasil pengamatan

objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta,

konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.

c) Mengumpulkan dan mengasosiasikan

Lebih lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan

informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Agar peserta

pelajar dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena

atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari

kegiatan tersebut mengumpulkan sejumlah informasi. Informasi tersebut

menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk

menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya,

menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil

berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

d) Mengkomunikasikan hasil

kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang

ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan

menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh

guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik

tersebut.

2.1.3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

Lembar aktivitas siswa (LAS) adalah istilah lain dari Lembar kegiatan

siswa (LKS). Istilah LKS digunakan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) sedangkan untuk kurikulum yang sedang berlaku sekarang yaitu

Kurikulum 2013 menggunakan istilah LAS. Namun pada kenyataannya, LKS atau

pun LAS sama saja fungsinya yaitu sebagai panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah dalam menemukan

konsep dan pengetahuan baru.

Lembar kegiatan siswa berisi teori ringkas, contoh soal dan esai soal-soal

atau pilihan ganda. Azhar (dalam Maulida, 2009: 114) menyatakan bahwa

“Lembar aktivitas adalah lembaran yang berisi perintah-perintah siswa yang

dilakukan sesuai dengan prosedur kegiatan yang dilakukan dan masalah pribadi yang dikerjakan atau dijawab oleh siswa”. Pendapat tersebut sejalan

dengan Majid (2011: 176) yang mengemukakan bahwa, “lembar kerja siswa adalah

lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS

biasanya berupa petunjuk, langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, dimana

tugas yang diamanatkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar

yang akan dicapainya”.

Menurut Trianto (2012: 111)

Lembar Kegiatan Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS memuat

kumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan siswa untuk

memaksimalkan pemahaman dalam rangka mengembangkan kemampuan

dasar sesuai indikator kampanye hasil pembelajaran yang harus ditempuh.


Pariska (2012:76) mengatakan bahwa:

Dalam pembelajaran matematika, LKS banyak digunakan untuk

memancing aktivitas belajar peserta didik. Melalui LKS peserta didik

merasa diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dan merasa

harus mengerjakannya, terlebih lagi jika guru memberikan perhatian penuh

terhadap hasil pekerjaan mereka, sehingga peserta didik terlibat aktif

dalam pembelajaran.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa LKS/LAS merupakan panduan belajar bagi siswa yang berisi petunjuk,

langkah-langkah dalam pengerjaannya dan juga biasanya berupa soal latihan yang

berisi petunjuk dalam memecahkan masalah. LAS juga dapat dikatakan

sebagai panduan belajar di kelas bagi siswa yang digunakan untuk melakukan

penyelidikan atau pemecahan masalah dalam menemukan konsep atau

pengetahuan baru yang pastinya juga akan dibimbing oleh guru.

Menurut Depdiknas (dalam Nashirotun dan Suci, 2015: 3)

Bahwa komponen isi, bahasa, penyajian, kegrafikan masing-masing

memiliki subkomponen sebagai berikut:

1.Komponen isi

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen isi yaitu sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sesuai dengan

perkembangan anak, sesuai dengan kebutuhan bahan ajar, substansi

materi pelajaran, bermanfaat untuk menambah wawasan, dan sesuai

dengan nilai moral dan nilai sosial.

2. Komponen kebahasaan

Aspek yang harus dipenuhi dari kebahasaan yaitu keterbacaan,

informasi jelas, sesuai Bahasa Indonesia yang baik, dan menggunakan

bahasa yang jelas dan singkat.

3. Komponen penyajian

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen penyajian yaitu tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, urutan penyajian, berikan

motivasi dan daya tarik, interaksi (pemberian stimulus dan respon),

dan informasi lengkap.

4. Komponen kegrafikan

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen kegrafikan yaitu

menggunakan font, jenis dan ukuran yang sesuai, tata letak, ilustrasi,

gambar atau foto, dan tampilan sesaian.


Dalam mengembangkan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), peneliti

menggunakan pendekatan kontekstual pada materi perbandingan di kelas VII

SMP.

2.1.4 Penilaian

Menurut Kunandar (2014: 35) bahwa “penilaian adalah proses

pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan

belajar peserta didik”. hasil penilaian belajar peserta didik merupakan sesuatu

yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan

penilaian hasil belajar maka dapat diketahui seberapa besar keberhasilan peserta didik

telah menguasai kompetensi atau materi yang telah diajarkan oleh guru.

Kurikulum 2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan penilaian

melalui tes (mengukur kompetensi kemampuan berdasarkan hasil saja), menuju

penilaian autentik (mengukur penilaian sikap, keterampilan, dan pengetahuan

berdasarkan proses dan hasil). Dalam penelitian ini, sikap penghakiman diambil pada

saat proses belajar mengajar, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan

diambil setelah melakukan LAS yang diberikan oleh guru.

2.1.4.1 Penilaian Sikap

Kunandar (2014: 104) mendefenisikan “penilaian kompetensi sikap adalah

penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat desakan kompetensi

sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima atau menghindari,

menanggapi atau menanggapi, menilai atau menghargai, mengorganisasikan atau

mengelola dan berkarakter”. Adapun sikap yang dapat diamati dari setiap peserta

didik seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, gotong royong, dan sikap lainnya

yang dapat ditambahkan guru untuk melihat sikap penilaian peserta didik.

Menurut Kunandar (2014:104)

Guru penilaian kompetensi sikap melalui:

1) Pengamatan atau pengamatan perilaku dengan alat lembar pengamatan

atau observasi

2) Penilaian diri

3) Penilaian “teman sejawat” oleh peserta didik

4) Jurnal

5) Wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara

(pertanyaan-pertanyaan langsung)


Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan penilaian kompetensi

sikap dengan cara observasi atau observasi dengan alat lembar

observasi atau observasi. Pada tingkat SMP/MTs, kompetensi sikap

spiritual mengacu :

KI-1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya,

KI-2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab

, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri,

dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

2.1.4.2 Penilaian Keterampilan

Menurut Kunandar (2014: 57)

Guru menilai kompetensi melalui keterampilan:

1) Kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik

mendemostrasikan suatu kompetensi tertentu menggunakan tes praktik

(unjuk kerja) dengan menggunakan lembar instrumen pengamatan

(observasi).

2) Proyek dengan menggunakan lembar instrumen penilaian dokumen

proyek laporan.

3) Penilaian portofolio dengan menggunakan instrumen lembar penilaian

dokumen kumpulan portofolio dan penilaian produk. Instrumen yang

digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang

dilengkapi rubrik.

Menurut Kunandar (2014: 257) “penilaian kompetensi keterampilan

adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat

kompetensi keterampilan dari peserta didik yang meliputi aspek imitasi,

pelatihan, presisi, artikulasi, dan naturalisasi”. Pada penelitian ini peneliti

mengembangkan keterampilan penilaian dengan penilaian kinerja.

2.1.4.3 Penilaian Pengetahuan

Menurut Kunandar (2014: 165) “penilaian kompetensi pengetahuan atau

kognitif adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pemasaran

atau penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan yang mencakup ingatan

atau hafalan, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis, dan

evaluasi”. Pada penilaian pengetahuan ini juga bisa berupa soal yang bisa

mengukur kompetensi kognitif peserta didik.

Menurut Kunandar (2014:165)


Guru menghitung kebutuhan pengetahuan melalui:

1) Tes ditulis dengan menggunakan butir soal.

2) Tes lisan dengan bertanya langsung kepada peserta didik

menggunakan daftar pertanyaan.

3) Penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus

dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

2.2 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang diambil oleh guru dan

siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang bersifat lugas dan

terencana. Menurut Sanjaya (2010:77) “pendekatan dapat diartikan sebagai titik

tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses pembelajaran. Istilah

pendekatan pada pandangan tentang terjadinya suatu proses

pembelajaran yang masih sangat umum”.

Menurut Hanafiah & Suhana (2009: 67) “Contextual Teaching and

Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk

membelajarkan peserta didik dalam memahami materi pelajaran secara bermakna

(artinya) yang dikaitkan dengan kontek kehidupan nyata, baik yang berkaitan

dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural”.

Menurut Hamruni (2011:133) bahwa:

Strategi pembelajaran kontekstual (CTL) adalah suatu strategi

pembelajaran yang menekan pada proses keterlibatan siswa untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan

situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat diartikan bahwa pendekatan

kontesktual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan kehidupannya. Dengan

Memasukkan pelajaran dan kehidupan nyata, pembelajaran yang akan dilakukan

lebih bermakna sebab siswa akan memahami keterkaitan materi dengan

aplikasinya di kehidupan nyata. Selain itu, pendekatan kontekstual juga bertujuan

untuk menyadarkan bahwa apa yang mereka pelajari sangat dalam

kehidupan nyata mereka sehingga mereka akan memposisikan diri mereka sendiri


yang membutuhkan bekal untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari.

Menurut Hanafiah & Suhana (2009: 73-75)

Beberapa komponen metode Contextual Teaching Learning adalah

sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (Konstruktivisme)

Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual dibangun di landasan

konstruksivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan membangun

peserta didik secara sedikit demi sedikit dan ringkasannya melalui

konteks terbatas.

Peserta didik harus mengkontruksi pengetahuan baru secara bermakna

melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mentransformasi

informasi ke dalam situasi lain secara kontekstual. Oleh karena itu, proses

pembelajaran merupakan mengkontruksi gagasan dengan

strateginya sendiri bukan sekedar menerima teman, melainkan peserta

didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran.

2.Menemukan (Inkuiri)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses

penemuan (penyelidikan) terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan.

Proses inquiry terdiri atas:

A. Pengamatan (observasi)

B. Bertanya (bertanya)

C. Mengajukan tuntutan (hipotesis)

D. Pengumpulan data (pengumpulan)

e. Penyimpulan (kesimpulan)

3. Bertanya (Bertanya)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik diawali dengan

proses bertanya. Proses bertanya yang dilakukan peserta didik sebenarnya

merupakan proses berpikir yang dilakukan peserta didik dalam rangka

memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Proses begitu bertanya berarti dalam rangka:

a. Membangun perhatian

b. Membangun minat

c. Membangun motivasi

d. Membangun sikap

e. Membangun rasa keingintahuan

f. Membangun interaksi antarsiswa dengan siswa

g. Membangkitkan interaksi antara siswa dan guru

h. Membangun lebih banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam

rangka menggali dan menemukan lebih banyak informasi.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik

dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya dan antara peserta didik dengan gurunya

peserta didik dengan lingkungannya. Proses pembelajaran yang signifikan

jika dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar, baik secara homogen


maupun secara heterogen sehingga di dalamnya terjadi berbagi masalah,

berbagi informasi, bebragi pengalaman, dan berbagi pemecahan masalah

yang memungkinkan semakin luasnya pengetahuan dan keterampilan

yang diperoleh.

5. Pemodelan (Modeling)

Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya

Pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat bantuan maupun

bersifat fisik yang berkaitan dengan cara mengoperasikan sesuatu

aktifitas, cara menguasai pengetahuan dan keterampilan tertentu.

6. Refleksi (Refleksi)

Refleksi pembelajaran dalam adalah cara memikirkan tentang apa yang

baru dipelajarinya atau memikirkan kembali tentang apa-apa yang sudah

dilakukan atau dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran merupakan

respon terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru

diterima dari proses pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk

menyembunyikan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan

dan keterampilan yang baru sebagai wujud pengayaan atau revisi dari

pengetahuan dan ketermapilan sebelumnya.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang dapat

mendeskripsikan mengenai perkembangan perilaku peserta didik.

Pembelajaran efektif adalah proses membantu peserta agar mampu

belajar bukan hanya tekanan pada yang diperolehnya sebanyak mungkin

informasi pada periode pembelajaran akhir.

Oleh karena penilaian tekanan pada proses pembelajaran, data yang

dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan

pembelajaran. Kemajuan peserta didik dinilai dari proses, tidak sematamata dari hasil.

Oleh karena itu, penilaian autentik merupakan proses penilaian pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh siswa di mana penilai tidak hanya guru, tetapi juga

teman siswa atau pun orang lain.

2.2 Pengertian Validitas dan Praktis

2.2.1 Validitas Perangkat Pembelajaran

Menurut Akker (dalam Syahbana, 2012: 24) bahwa “aspek kevalidan

perangkat pembelajaran terkait pada dua hal yaitu: perangkat pertama

pembelajaran yang dikembangkan berlandaskan pada teori rasional yang kuat dan

kedua terdapat integrasi internal secara ”. Perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dikatakan valid jika perangkat pembelajaran berdasarkan (validasi

isi) menurut Hamruni (2011: 133) “strategi pembelajaran kontekstual adalah suatu

24

strategi pembelajaran yang menekan pada proses keterlibatan siswa untuk

menemukan materi yang dupelajari dan menghubungkannya dengan

kehidupannya secara nyata.” Kelayakan atau kevalidan RPP sesuai dengan komponenkomponen berdasarkan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 (2016: 6-9)

menjelaskan bahwa:

(1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2)

alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator poster kompetensi; (4) materi

pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat,

bahan, dan sumber belajar.

Serta kelayakan atau kevalidan LAS sesuai dengan komponen-komponen

berdasarkan Depdiknas (dalam Nashirotun dan Suci, 2015: 3) menyatakan bahwa:

Komponen isi, bahasa, penyajian, kegrafikan masing-masing memiliki

subkomponen sebagai berikut:

1. Komponen isi

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen isi yaitu sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sesuai dengan

perkembangan anak, sesuai dengan kebutuhan bahan pelajaran, substansi

materi pelajaran , bermanfaat untuk menambah wawasan, dan sesuai

dengan nilai moral dan nilai sosial.

2. Komponen kebahasaan

Aspek yang harus dipenuhi dari kebahasaan yaitu keterbacaan,

informasi jelas, sesuai Bahasa Indonesia yang baik, dan menggunakan

bahasa yang jelas dan singkat.

3. Komponen penyajian

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen penyajian yaitu tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, urutan penyajian, memberikan

motivasi dan daya tarik, interaksi (pemberian stimulus dan respon),

dan informasi lengkap.

4. Komponen kegrafikan

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen kegrafikan yaitu

menggunakan font, jenis dan ukuran yang sesuai, tata letak, ilustrasi,

gambar atau foto, dan tampilan sesaian.

Serta adanya kesesuaian antara komponen-komponen RPP dengan

pendekatan kontekstual (validasi konstruk). Dalam penelitian ini produk yang

dikembangkan berupa RPP dan LAS dikatakan valid, apabila sudah divalidasi

oleh validator dan sesuai dengan kriteria kevalidan.

Kegiatan validasi dilakukan terhadap perangkat pembelajaran yang

dikembangkan yaitu dalam bentuk isi lembar validasi. Perangkat

25

pembelajaran yang akan di validasi adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Adapun aspek yang divalidasi pada

RPP dinilai pada 4 aspek yaitu aspek perumusan indikator kebijakan

muatan, aspek isi yang disajikan, aspek bahasa, dan aspek waktu. Sedangkan

aspek yang divalidasi pada LAS adalah aspek isi yang disajikan, aspek materi dan

aspek bahasa. Validator tersebut menilai perangkat pembelajaran yang dirancang

dan memberikan saran serta masukan pada rancangan pembelajaran perangkat.

Sehingga fitur unggulan perangkat pembelajaran yang valid adalah:

1. Validasi isi. Validasi isi menunjukkan bahwa model pembelajaran yang

dikembangkan berlandaskan pada teori pendekatan kontekstual. Pendekatan

kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan. CTL

merupakan pembelajaran yang terdiri atas beberapa komponen yaitu

konstruktivisme, bertanya, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian autentik.

2. Validasi konstruk. Validasi konstruk menunjukkan konsistensi internal antar

komponen-komponen model. Untuk pengembangan perangkat pembelajaran

dilihat dari keserasian komponen-komponen pada RPP dengan kurikulum,

seiring kegiatan dengan pendekatan kontekstual, dan keserasian

LAS dengan pendekatan kontekstual. Pada validasi ini dilakukan

serangkaian kegiatan penelitian untuk memeriksa apakah model komponen

yang satu tidak bertentangan dengan komponen lainnya; model sintaks

mengarahkan pada tercapainya tujuan pengembangan model; dan prinsip sosial,

prinsip reaksi, serta sistem mendukung keterlaksanaan sintaks yang

dikembangkan.

Kriteria RPP yang berlaku sebagai berikut:

1. Struktur atau komponen sudah sesuai dengan pakar.

2. Kegiatan-kegiatan sesuai dengan model pembelajaran.

3. Kesesuaian antara komponen-komponen RPP.


Kriteria LAS yang berlaku sebagai berikut:

1. Struktur dalam menyusun LKS sesuai dengan syarat didaktik, syarat,

kontruksi, syarat teknis, syarat pendekatan kontekstual dan syarat isi.

2. Kegiatan yang ada di LKS sesuai dengan model pembelajaranm

3. Kesesuaian antara syarat-syarat LKS.

Menurut Sugiyono (2014:125)

Validasi produk dapat digunakan pendapat minimal tiga orang ahli untuk

memberikan keputusan instrumen yang telah disusun dapat digunakan tanpa

perbaikan atau ada perbaikan. Pada tahap ini, sekaligus dilakukan revisi

untuk masukan dalam hal memperoleh perbaikan perangkat

pembelajaran. Hasil revisi digunakan dalam uji pratikalitas.

2.2.2 Praktikalitas Perangkat Pembelajaran

Zulkardi (2002: 18) mengatakan “Kepraktisan berarti LE (belajar

lingkungan) harus memenuhi kebutuhan dan kendala kontekstual dari pengguna dan

ahli”. Sejalan dengan pendapat diatas McKenney (2001: xi) menyatakan

bahwa “Kepraktisan menyiratkan kegunaan dalam hal kendala praktis, sebagai tambahan

untuk berhubungan dengan kebutuhan pengguna, keinginan, sikap dan keyakinan”.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa kepraktisan dilihat dari kegunaan

dalam hal kendala praktis, dengan kebutuhan pengguna dan ahli. Dalam

menghasilkan perangkat pembelajaran yang berkualitas baik yang sesuai dengan

pendapat Akker (dalam Syahbana, 2012: 24), maka “perangkat pembelajaran

tersebut harus memenuhi tiga kriteria, yaitu kevalidan (validitas), kepraktisan

(praktis), dan keefekifan (efektivitas). Dimana aspek praktis hanya dapat

dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang

dikembangkan dapat diterapkan; (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang

dipelajari tersebut dapat diterapkan”.

Untuk mengukur tingkat kepraktisan yang berkaitan dengan

pengembangan perangkat berupa materi pembelajaran Nieveen,N (dalam

Rochmad, 2012: 70) menyatakan “mengukur tingkat kepraktisan dilihat apakah

guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa materi mudah dan

dapat digunakan oleh guru dan siswa” . Hal ini berarti terdapat konsistensi antara

harapan dengan pertimbangan dan harapan dengan operasional. Apabila kedua

keselarasan tersebut tercapai, maka produk hasil pengembangan dapat dikatakan

praktis.

Hobri (dalam Astuti & Mulyati, 2010: 27) menyatakan “LKS dinyatakan

praktis jika LKS mendapat respon positif dari siswa dilihat dari proporsinya

skor angket”. Jika proporsi penilaian harga lebih dari 75% maka dapat

dikatakan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap LAS sehingga LAS

memenuhi persyaratan praktis. Tetapi apabila proporsinya kurang dari 75%, maka tanggapi

siswa dinyatakan negatif sehingga lembar kegiatan perlu direvisi dengan

memperhatikan komentar dari subjek uji coba.

Dalam penelitian pengembangan perangkat yang dikembangkan dikatakan

praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis bahwa

perangkat dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya perangkat

termasuk kategori “baik”. Istilah “baik” ini masih perlu diukur dengan

indikator-indikator yang diperlukan untuk menentukan tingkat “kepraktisan” dari

keterlaksanaan perangkat pembelajaran.

Menurut Sukardi (dalam Syari dkk, 2013: 20) bahwa “suatu produk

dikatakan praktis jika dilihat dari: (1) kemudahan penggunaannya; (2) waktu

yang diperlukan dalam pelaksanaan; (3) daya tarik produk terhadap minat siswa;

(4) mudah diinterpretasikan oleh guru”. Sejalan dengan pendapat di atas Zulkardi

(2002: 97) menyatakan bahwa kepraktisan suatu produk dilihat dari: (1) mudah

digunakan; (2) waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan; (3) daya tarik produk

untuk siswa; (4) mudah diinterpetasikan.

Berkaitan dengan kepraktisan dalam ulasan tentang apakah guru dapat

melaksanakan pembelajaran dikelas. Biasanya peneliti dan pengamat mengamati

aktivitas yang dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sehingga perangkat pembelajaran canggih dikatakan praktis jika:

1. Kemudahan penggunaannya

2. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan

3. Daya tarik produk untuk minat siswa

4. Mudah diinterpretasikan

kriteria kepraktisan atau tanggapan guru terhadap perangkat pembelajaran

sebagai berikut:

1. Perangkat pembelajaran mudah digunakan oleh guru.

2. Model dan metode pembelajaran yang ada di perangkat pembelajaran dapat memudahkan

guru.

3. Memanfaatkan waktu yang ada pada perangkat pembelajaran.

4. Perangkat pembelajaran disusun secara sistematis, rinci dan jelas.

5. Daya tarik pada perangkat pembelajaran membuat guru bersemangat dalam

guru.

6. Perangkat pembelajaran mudah diinterpretasikan oleh guru.

Kriteria kepraktisan atau tanggapan siswa terhadap LAS sebagai berikut:

1. LAS sudah sangat rapi.

2. Gambar dan warna dalam penyajian LAS yang menarik.

3. Bahasa, penyajian tulisan dan petunjuk LAS yang sistematis mudah dipahami

siswa.

4. Masalah yang disajikan dalam LAS sesuai dengan model pembelajaran yang

digunakan.

5. LAS yang disajikan memudahkan siswa dalam memahami materi.

6. Pengerjaan LAS sesuai waktu yang disediakan.
(1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2)

alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator poster kompetensi; (4) materi

pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat,

bahan, dan sumber belajar.

Serta kelayakan atau kevalidan LAS sesuai dengan komponen-komponen

berdasarkan Depdiknas (dalam Nashirotun dan Suci, 2015: 3) menyatakan bahwa:

Komponen isi, bahasa, penyajian, kegrafikan masing-masing memiliki

subkomponen sebagai berikut:

1. Komponen isi

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen isi yaitu sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sesuai dengan

perkembangan anak, sesuai dengan kebutuhan bahan pelajaran, substansi

materi pelajaran, bermanfaat untuk menambah wawasan, dan sesuai

dengan nilai moral dan nilai sosial.

2. Komponen kebahasaan

Aspek yang harus dipenuhi dari kebahasaan yaitu keterbacaan,

informasi jelas, sesuai Bahasa Indonesia yang baik, dan menggunakan

bahasa yang jelas dan singkat.

3. Komponen penyajian

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen penyajian yaitu tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, urutan penyajian, berikan

motivasi dan daya tarik, interaksi (pemberian stimulus dan respon),

dan informasi lengkap.

4. Komponen kegrafikan

Aspek yang harus dipenuhi dari komponen kegrafikan yaitu

menggunakan font, jenis dan ukuran yang sesuai, tata letak, ilustrasi,

gambar atau foto, dan tampilan sesaian.

Serta adanya kesesuaian antara komponen-komponen RPP dengan

pendekatan kontekstual (validasi konstruk). Dalam penelitian ini produk yang

dikembangkan berupa RPP dan LAS dikatakan valid, apabila sudah divalidasi

oleh validator dan sesuai dengan kriteria kevalidan.

Kegiatan validasi dilakukan terhadap perangkat pembelajaran yang

dikembangkan yaitu dalam bentuk isi lembar validasi. perangkat

pembelajaran yang akan di validasi adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Adapun aspek yang divalidasi pada

RPP dinilai pada 4 aspek yaitu aspek perumusan indikator kebijakan

muatan, aspek isi yang disajikan, aspek bahasa, dan aspek waktu. Sedangkan

aspek yang divalidasi pada LAS adalah aspek isi yang disajikan, aspek materi dan

aspek bahasa. Validator tersebut menilai perangkat pembelajaran yang dirancang

dan memberikan saran serta masukan pada rancangan pembelajaran perangkat.

Sehingga fitur unggulan perangkat pembelajaran yang valid adalah:

1. Validasi isi. Validasi isi menunjukkan bahwa model pembelajaran yang

dikembangkan berlandaskan pada teori pendekatan kontekstual. Pendekatan

kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan. CTL

merupakan pembelajaran yang terdiri atas beberapa komponen yaitu

konstruktivisme, bertanya, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian autentik.

2. Validasi konstruk. Validasi konstruk menunjukkan konsistensi internal antar

komponen-komponen model. Untuk pengembangan perangkat pembelajaran

dilihat dari keserasian komponen-komponen pada RPP dengan kurikulum,

seiring kegiatan dengan pendekatan kontekstual, dan keserasian

LAS dengan pendekatan kontekstual. Pada validasi ini dilakukan

serangkaian kegiatan penelitian untuk memeriksa apakah model komponen

yang satu tidak bertentangan dengan komponen lainnya; model sintaks

mengarahkan pada tercapainya tujuan pengembangan model; dan prinsip sosial,

prinsip reaksi, serta sistem mendukung keterlaksanaan sintaks yang

dikembangkan.

Kriteria RPP yang berlaku sebagai berikut:

1. Struktur atau komponen sudah sesuai dengan pakar.

2. Kegiatan-kegiatan sesuai dengan model pembelajaran.

3. Kesesuaian antara komponen-komponen RPP.


Kriteria LAS yang berlaku sebagai berikut:

1. Struktur dalam menyusun LKS sesuai dengan syarat didaktik, syarat,

kontruksi, syarat teknis, syarat pendekatan kontekstual dan syarat isi.

2. Kegiatan yang ada di LKS sesuai dengan model pembelajaranm

3. Kesesuaian antara syarat-syarat LKS.

Menurut Sugiyono (2014:125)

Validasi produk dapat digunakan pendapat minimal tiga orang ahli untuk

memberikan keputusan instrumen yang telah disusun dapat digunakan tanpa

perbaikan atau ada perbaikan. Pada tahap ini, sekaligus dilakukan revisi

untuk masukan dalam hal memperoleh perbaikan perangkat

pembelajaran. Hasil revisi digunakan dalam uji pratikalitas.

2.2.2 Praktikalitas Perangkat Pembelajaran

Zulkardi (2002: 18) mengatakan “Kepraktisan berarti LE (belajar

lingkungan) harus memenuhi kebutuhan dan kendala kontekstual dari pengguna dan

ahli”. Sejalan dengan pendapat diatas McKenney (2001: xi) menyatakan

bahwa “Kepraktisan menyiratkan kegunaan dalam hal kendala praktis, sebagai tambahan

untuk berhubungan dengan kebutuhan pengguna, keinginan, sikap dan keyakinan”.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa kepraktisan dilihat dari kegunaan

dalam hal kendala praktis, dengan kebutuhan pengguna dan ahli. Dalam

menghasilkan perangkat pembelajaran yang berkualitas baik yang sesuai dengan

pendapat Akker (dalam Syahbana, 2012: 24), maka “perangkat pembelajaran

tersebut harus memenuhi tiga kriteria, yaitu kevalidan (validitas), kepraktisan

(praktis), dan keefekifan (efektivitas). Dimana aspek praktis hanya dapat

dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang

dikembangkan dapat diterapkan; (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang

dipelajari tersebut dapat diterapkan”.

Untuk mengukur tingkat kepraktisan yang berkaitan dengan

pengembangan perangkat berupa materi pembelajaran Nieveen,N (dalam

Rochmad, 2012: 70) menyatakan “mengukur tingkat kepraktisan dilihat apakah

guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa materi mudah dan

dapat digunakan oleh guru dan siswa” . Hal ini berarti terdapat konsistensi antara

harapan dengan pertimbangan dan harapan dengan operasional. Apabila kedua

keselarasan tersebut tercapai, maka produk hasil pengembangan dapat dikatakan

praktis.

Hobri (dalam Astuti & Mulyati, 2010: 27) menyatakan “LKS dinyatakan

praktis jika LKS mendapat respon positif dari siswa dilihat dari proporsinya

skor angket”. Jika proporsi penilaian harga lebih dari 75% maka dapat

dikatakan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap LAS sehingga LAS

memenuhi persyaratan praktis. Tetapi apabila proporsinya kurang dari 75%, maka tanggapi

siswa dinyatakan negatif sehingga lembar kegiatan perlu direvisi dengan

memperhatikan komentar dari subjek uji coba.

Dalam penelitian pengembangan perangkat yang dikembangkan dikatakan

praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis bahwa

perangkat dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya perangkat

termasuk kategori “baik”. Istilah “baik” ini masih perlu diukur dengan

indikator-indikator yang diperlukan untuk menentukan tingkat “kepraktisan” dari

keterlaksanaan perangkat pembelajaran.

Menurut Sukardi (dalam Syari dkk, 2013: 20) bahwa “suatu produk

dikatakan praktis jika dilihat dari: (1) kemudahan penggunaannya; (2) waktu

yang diperlukan dalam pelaksanaan; (3) daya tarik produk terhadap minat siswa;

(4) mudah diinterpretasikan oleh guru”. Sejalan dengan pendapat di atas Zulkardi

(2002: 97) menyatakan bahwa kepraktisan suatu produk dilihat dari: (1) mudah

digunakan; (2) waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan; (3) daya tarik produk

untuk siswa; (4) mudah diinterpetasikan.

Berkaitan dengan kepraktisan dalam ulasan tentang apakah guru dapat

melaksanakan pembelajaran dikelas. Biasanya peneliti dan pengamat mengamati

aktivitas yang dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sehingga perangkat pembelajaran canggih dikatakan praktis jika:

1. Kemudahan penggunaannya

2. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan

3. Daya tarik produk untuk minat siswa

4. Mudah diinterpretasikan


kriteria kepraktisan atau tanggapan guru terhadap perangkat pembelajaran

sebagai berikut:

1. Perangkat pembelajaran mudah digunakan oleh guru.

2. Model dan metode pembelajaran yang ada di perangkat pembelajaran dapat memudahkan

guru.

3. Memanfaatkan waktu yang ada pada perangkat pembelajaran.

4. Perangkat pembelajaran disusun secara sistematis, rinci dan jelas.

5. Daya tarik pada perangkat pembelajaran membuat guru bersemangat dalam

guru.

6. Perangkat pembelajaran mudah diinterpretasikan oleh guru.

Kriteria kepraktisan atau tanggapan siswa terhadap LAS sebagai berikut:

1. LAS sudah sangat rapi.

2. Gambar dan warna dalam penyajian LAS yang menarik.

3. Bahasa, penyajian tulisan dan petunjuk LAS yang sistematis mudah dipahami

siswa.

4. Masalah yang disajikan dalam LAS sesuai dengan model pembelajaran yang

digunakan.

5. LAS yang disajikan memudahkan siswa dalam memahami materi.

6. Pengerjaan LAS sesuai waktu yang disediakan.

Belum ada Komentar untuk "Kajian Teori Perangkat Pembelajaran || Defenisi Pembelajaran "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel